August 11, 2017


Welcome to Kuppu!

We specialise in Indonesian Batik & Tenun Ikat handbags that combined with quality genuine Italian leather. We'd proudly present the beauty of Central Java Batik, Balinese Tenun Ikat, Tenun Gedog Tuban and Tenun Ikat East Nusatenggara crafted in each Kuppu bag only for you!

Seharga Emas, Batik Pekalongan Indo-Belanda

Batik yang bermutu tinggi salah satunya ditentukan oleh baiknya kualitas bahan, yang mana pada masa ketika Inggris dan Belanda berkuasa di Indonesia bukanlah hal yang sulit didapatkan mengingat banyaknya impor kain putih halus buatan Eropa yang lalu dipakai dalam pembuatan batik, menggantikan kain tenunan tangan yang lebih kasar. Dua nama besar pembatik Belanda di Pekalongan adalah Ny. Lien Metzelaar dan Eliza (Lies) van Zuylen-Niessen.

 Ny. Metzelaar memulai penemuan-penemuan dalam batik yang kemudian banyak ditiru oleh pembatik lain, contohnya pemberian bunga-bungaan (motif buketan), motif bunga di antara lajur miring lebar yang dihiasi garis/titik (motif dlorong), serta yang paling banyak ditiru adalah motif bangau dalam kepala batiknya.Ny. Metzelaar menandatangani batiknya dengan tulisan “L. Metzelaar Pekalongan”, yang kelamaan hari disingkat menjadi hanya “L. Metz Pek”.

 Batik van Zuylen (Panselen di lidah pribumi) adalah batik Belanda yang paling terkenal. Batik ini pula yang mempopulerkan motif buketan secara besar-besaran meski memang sudah dikenal sebelumnya. Motif buketan dan warna pastel dari batik Panselen masih memiliki banyak penggemar hingga saat ini. Pada masa tahun 1937-an saat Ny. Van Zuylen mulai membubuhkan tanda tangan serta nomor desain di kainnya, kain van Zuylen dihargai antara 15-20 gulden, dimana harga emas sendiri hanyalah 1 gulden per gram-nya.[1]

 Walaupun Ny. Van Zuylen di kemudian hari mengalami kesulitan menulis sehingga sejak tahun 1940-an batik-batik miliknya tidak lagi ditandatangani, penggemar beratnya tetap mampu membedakan mana karyanya yang asli dan yang bukan.

_______________________________________________

[1] Helen Ishwara, et. al., Batik Pesisir Pusaka Indonesia: Koleksi Hartono Sumarsono, Jakarta, KPG: 20111, h. 93

 

“Owning one of van Zuylen’s exquisite hand-drawn cloths was a privilege that only very wealthy women in 19th-century colonial Indonesia enjoyed. With the average wage of a government employee being twenty guilders a month, and a van Zuylen sarong costing around thirteen guilders…” from the writing of the Curator of Dallas Museum of Arts, https://uncrated.wordpress.com/2015/03/25/discovering-eliza/

  *Pictures by: https://www.artgallery.nsw.gov.au/collection/works/?artist_id=zuylen-eliza-van (buketan pink/salem)

 

http://collectie.wereldculturen.nl/default.aspx?ccid=P38851&lang= (bunga dlorong)

 

https://artsearch.nga.gov.au/detail.cfm?irn=186779&pictaus=true (flowers & birds)

 


Ira Tazar
Ira Tazar

Author